JAKARTA, VOICESULSEL — Anggota DPR RI dari Komisi II Taufan Pawe menyampaikan kritik terhadap Otorita Ibu Kota Nusantara (OIKN). Dalam rapat antara Komisi II dan Otorita IKN yang dihadiri Kepala Otorita IKN Basuki Hadimuljono, Rabu, (12/2/2025), Taufan menegaskan pandangannya mewakili fraksi Golkar untuk mendukung program Asta Cita Presiden Prabowo Subianto Subianto.
Legislator DPR RI Dapil Sulsel II itu mengatakan, ambisi presiden ke 7 Jokowi untuk membangun IKN dilandasi hanya karena keinginan, bukan karena kebutuhan.
“Beberapa waktu yang lalu, Pak ketua memimpin kunjungan kerja spesifik ke Kalimantan Timur di IKN. Saya jujur katakan cukup tercengang melihat pembangunan fisik, baik dari segi estetika struktur dan lain sebagainya. Cuma dalam pikiran saya, apa iya ibukota negara kita bisa pindah di IKN, karena presiden sebelumnya pak Jokowi yang saya anggap brilian dalam berpikir, saya khawatir itu sebatas keinginan pak, bukan kebutuhan,” tegas Ketua DPD Golkar Sulsel itu.
Mantan Walikota Parepare dua Periode itu melihat semangat yang ditunjukkan Presiden Prabowo, hanya ingin membangun swasembada pangan, menuju Indonesia Emas yang tidak bisa dibendung untuk kesejahteraan masyarakat.
“Semangat bapak Prabowo yang susah dibendung, yaitu ingin swasembada pangan menuju Indonesia emas, olehnya itu pada kesempatan ini saya punya pandangan bahwa harga mati mendukung program asta-cita, tapi tentu dalam persimpangan pemikiran dengan semangat pemaparan dari pak Basuki selaku ketua IKN bisa berbanding lurus dengan semangat presiden Prabowo yang sudah bisa dibayangkan endingnya,” bebernya.
“Ini 280 juta jiwa yang dipikirkan bukan jumlah sedikit. Persoalan republik ini bukan masalah Makan Bergizi Gratis, tapi banyak masalah lain. Olehnya itu selaku mitra, IKN berinovasi untuk melahirkan fungsi manajerial dalam membangun IKN,” jelas Taufan.
Taufan Pawe mengaku, pertama mendengar ide pembangunan IKN, dirinya menolak. Dengan dalih kondisi (keuangan) negara. Bahkan putra daerah Kota Parepare sempat berpikir, pemerintah pusat seharusnya menempatkan kementerian-kementerian lembaga di seluruh provinsi, bukan dalam satu wilayah.
“Waktu saya dengar ide pembangunan IKN, dalam hati saya melawan dan merontak. Apa iya dalam kondisi negara seperti ini bisa memindahkan ibukota negara. Pemikiran saya sebagai orang yang tidak punya apa-apa, hanya karena dipercaya oleh rakyat memimpin sebuah daerah, kenapa sih semua Kementerian itu tidak dibawa ke provinsi ke provinsi,” ujarnya.
“Misalnya Kementerian Pertanian berkantor pusat di Sulawesi Selatan, Kementerian Kehutanan di Papua, sehingga multi player efek dari segi uang yang beredar itu ke mana-mana. orang nggak fokus lagi berkantor ke Jakarta,” katanya.
“Yang kedua, ada janji dan harapan pada waktu itu bahwa perkuatan pembangunan IKN ini adalah dari investasi investor, tapi kenyataannya beban negara masih bertumpu di APBN, beruntung masih ada sekian triliun yang menetes,” tambahnya.
Taufan mengharapkan, manajemen otoritas IKN cukup bijak memerankan fungsi-fungsi manajemen untuk membangun IKN dengan orientasi satu kiblat memperkuat program Prabowo dengan visi menuju Indonesia Emas dan memperkuat Asta Cita.(*)