Tambang Pasir di Sungai Bila, WALHI Sulsel: Tak Miliki Izin

PAREPOS.CO.ID, SIDRAP — Direktur Eksekutif Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Sulawesi Selatan (Sulsel), Muhammad Al Amien mengancam bakal melaporkan dua penambang pasir di Desa Bila, Kecamatan Pitu Riase, Kabupaten Sidrap, Sulsel.

Pasalnya, diduga para penambang tersebut tak mengantongi izin. Mereka diantaranya, CV Ega dan satunya lagi penambang yang tak jelas identitasnya. “Penambang yang kedua ini kita duga ilegal. Sebab tak ada papan informasi yang dipasang. Saat kami tanya soal izin tambang dan lingkungan, mereka tak dapat menunjukkan. Sehingga kesimpulan kami, salah satu penambang di Sungai Bila itu tak berizin,” katanya, saat menggelar konfrensi pers di Cafe Lecosta, Tanru Tedong, Kabupaten Sidrap, Senin 12 Oktober.

Walhi pun meminta Pemerintah Provinsi Sulsel mengambil tindakan tegas dan mendesak agar aktifitas tambang dihentikan.
“Karena izin usaha pertambangan sekarang sudah kewenangan Provinsi. Maka idealnya, Gubernur Sulsel harus menghentikan aktifitas tambang tersebut,”tegasnya.

Walhi bakal melaporkan aktifitas tambang tersebut ke Polda Sulsel. Dan berharap Kapolda Sulsel menindak tegas para penambang. “Kami sudah kumpulkan bukti-bukti. Kami berharap ada tindakan tegas. Karena kami menduga ada indikasi bahwa kegiatan tambang itu ilegal dan diperuntukkan untuk proyek pemerintah. Bisa saja disalahgunakan oleh pihak penambang,” ujarnya.

Selain itu, pihaknya segera mengajukan surat protes dan penolakan ke Gubernur Sulsel terkait dua aktifitas tambang tersebut. “Masyarakat di Desa Bila yang akan membawa langsung ke Gubernur Sulsel,” ujarnya. Walhi juga bakal menyurat ke Bupati Sidrap terkait polemik tersebut.
“Kami akan meminta pak Bupati mengeluarkan surat rekomendasi penghentian tambangĀ  pasir dan izin. Itu semua agar masyarakat Bila mendapatkan hak atas lingkungan hidupnya yang bersih dan sehat,” tegas dia.

Sementara itu, Koordinator Aliansi Masyarakat Peduli Sungai Bila (AMPSB), Andi Tenri Sangka menjelaskan, pihaknya telah memperjuangkan sungai Bila sejak 2018. “Kalau aktifitas tambang di sungai itu dikerjakan terus-menerus maka bendungan Bila mengalami kemiringan. Itu bisa berdampak buruk kepada masyarakat. Karena bendungan itu dijadikan irigasi untuk para petani,” jelas Andi Kengkeng, sapaannya.

Andi Kengkeng mengakui, kalau sungai Bila mengalami kerusakan. Dan bendungan yang dianggap sebagai bangunan esensial masyarakat di Desa Bila itu rusak. Maka otomatis kehidupan masyarakat di Kecamatan Pitu Riase akan sengsara.(ami/B)

Bagikan

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *