JAKARTA — Program gerakan mendorong produksi hortikultura berdaya saing dan ramah lingkungan (GEDOR HORTI) terus digaungkan, di antaranya diwujudkan melalui pengembangan Food Estate dan 1000 Kampung Hortikultura.
Hal ini sesuai dengan tekad Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo (SYL) bahwa pada 2021 subsektor hortikultura harus lebih baik dari tahun sebelumnya, khususnya cabai dan bawang.
“Selain itu juga komoditas lain yang mampu meningkatkan neraca ekspor-impor. Pengembangan hortikultura harus ditempuh dengan terobosan khusus atau dengan cara-cara extraodinary dan inovatif. Pendekatannya juga harus holistik, terintegrasi hulu hingga hilir,” paparnya.
Pasca keputusan pengurangan pagu anggaran 2021, Direktorat Jenderal (Ditjen) Hortikultura harus melakukan refocusing dan mengubah alokasi anggarannya. Namun, tidak menyurutkan semangat untuk berkonsentrasi pada pengembangan hortikultura berskala luas.
Salah satu program yang sedang dikembangkan adalah 1000 Kampung Hortikultura. Program ini merupakan salah satu upaya Kementerian Pertanian (Kementan) mengonsolidasi lahan-lahan dalam satu kawasan kesatuan administratif, yaitu kampung atau desa.
Mentan SYL berharap program 1000 Kampung Hortikultura ini dapat terkelola dengan baik sehingga memiliki skala ekonomi yang besar.
Kampung-kampung Hortikultura akan dibangun dalam 1 (satu) wilayah administratif desa dengan luasan 5 -10 ha bergantung pada komoditas yang dikembangkan pada kampung tersebut. Untuk 1 kampung buah dan sayur, luasan lahan yang diperlukan minimal adalah 10 Ha. Sementara itu, untuk 1 kampung tanaman obat diperlukan lahan minimal seluas 5 Ha.
Kampung Hortikultura mengusung konsep One Village One Variety (OVOV). Komoditas unggulan yang akan dikembangkan, dipilih berdasarkan kesesuaian agroekosistemnya dan permintaan pasar untuk menjamin pemasaran hasilnya.
Pengembangan 1000 Kampung Hortikultura direncanakan terdiri dari 56 kampung pisang, 47 kampung mangga, 61 kampung manggis, 167 kampung durian, 75 kampung kelengkeng, 72 kampung alpukat, 45 kampung jeruk, 2 kampung buah naga, 200 kampung bawang merah, 200 kampung cabai besar, 15 kampung sayuran daun, 50 kampung tanaman obat, 68 kampung bawang putih, 30 kampung cabai rawit, 25 kampung kentang, dan 4 kampung bawang bombay.
“Pengembangan kampung hortikultura ini akan kita sosialisasikan di Kostratani dan ditampilkan di Agriculture War Room Kementan. Kita umumkan bahwa di desa ini terdapat kampung buah atau sayuran tertentu. Kalau kita mau memajukan hortikultura, maka kita harus mulai menggunakan konsep ini,” ujar Direktur Jenderal Hortikultura, Prihasto Setyanto dalam Rapat Koordinasi Pelaksanaan Kegiatan Strategis Hortikultura Tahun 2021 Pasca Refokusing di Bogor, Kamis (28/1).
Konsep ini, kata Prihasto harus menyeluruh hingga menyentuh titik-titik kampung. Tidak hanya dalam bentuk hamparan tetapi juga pada skala rumah tangga, dengan tetap memperhatikan kebutuhan lahan minimal 5 Ha untuk kampung tanaman obat dan 10 Ha untuk kampung sayur dan buah. Mengenai CPCL, Prihasto turut menjelaskan bahwa usulan CPCL akan dikoordinasikan dengan otoritas pertanian setempat.
“Kita tetap kembangkan melalui CPCL yang sesuai usulan dari dinas pertanian setempat, baik dalam bentuk hamparan ataupun petani yang tidak memiliki lahan yang luas. Misalnya petani yang hanya punya 100 m2, 200 m2 namun berada dalam satu kampung sehingga kalau dihimpun dan dikonsolidasikan menjadi berskala luas minimal 5 ha untuk sayuran dan 10 ha untuk buah. Yang terpenting tujuannya adalah peningkatan kesejahteraan petani. Pemberian bantuan akan dilaksanakan hingga ke desa agar manfaatnya dapat langsung dirasakan petani,” paparnya.
Kawasan pada kampung-kampung ini akan difasilitasi bantuan secara terintegrasi mulai dari aspek hulu hingga hilir, antara lain berupa benih bermutu, saprodi (Pupuk Organik, Anorganik, Kapur Pertanian/Dolomit, Mulsa Plastik, dan lain-lain), pengendali OPT ramah lingkungan, sarana dan prasarana pascapanen, serta pengolahan.
Selanjutnya, produk yang dihasilkan akan diregistrasi dan disertifikasi untuk memudahkan dalam monitoring serta pengontrolan kualitas. Pengawalan dan pendampingan secara intensif juga akan dilakukan dari hulu hingga hilir. Diharapkan pengembangan hortikultura melalui pendekatan kampung ini dapat lebih memudahkan masuknya dukungan fasilitasi lainnya seperti akses permodalan melalui pemanfaatan Kredit Usaha Rakyat (KUR), mekanisasi, pengairan, kelembagaan, pemasaran sehingga ke depan dapat mendukung pembentukan Korporasi Petani.
“Tujuan terbentuknya kampung hortikultura bukan hanya kawasan hortikultura berskala besar namun berujung pada kesejahteraan petani. Semua kami bina mulai dari bimbingan GAP (Good Agriculture Practices) selama budidaya hingga GHP (Good Handling Practices). Benih yang diberikan juga benih bermutu. Selama pembudidayaan juga kami kawal aspek perlindungannya. Jadi ini betul-betul proyek besar untuk memajukan hortikultura berskala besar,” pungkas Prihasto