Bea Cukai Bantah Tahan Ribuan Ball ‘Cakar’, Ini Faktanya

PAREPOS.CO.ID,PAREPARE– Kabar penahanan ribuan ball barang impor second berupa pakaian, sepatu bekas Cap Karung (Cakar) yang masuk melalui Pelabuhan Nusantara, Kota Parepare oleh Bea Cukai Tipe Madya Pabean Parepare. Dibantah Kepala Seksi (Kasi) Kepatuhan Internal dan Penyuluhan Bea Cukai Tipe Madya Pabean Parepare, Suparji melalui WhatsApp pribadinya, Minggu 4 Oktober, sore ini.

Suparji memang membenarkan adanya masuk barang cakar di Pelabuhan Nusantara dari Nunukan, Kalimantan Barat tersebut. Namun, pihaknya memang tidak ada kewenangan melakukan penindakan atas pengangkutan barang antar pulau tersebut. ” Iya, kemarin tanggal 29 ada patroli bea cukai kantor wilayah singgah di Kota Parepare. Dan melakukan pengecekan dokumen kapal yang mengangkut cakar,”katanya.

” Pengecekan dokumen terhadap kapal itu dilakukan, setelah kedapatan mengangkut cakar yang berasal dari kalimantan,”ujarnya.

Usai melakukan pengecekan, tim patroli bea cukai wilayah lanjut ke Kabupaten Mamuju, Sulbar. “Jadi tidak ada penanahan, seperti yang disangkakan kepada pihak bea cukai Parepare,”tegasnya.

Mikroorganisme Pathogen

Sebelumnya, Direktur Jenderal PKTN Kementerian Perdagangan Veri Anggrijono dikutip dari laman kontan.co.id mengakui, pakaian bekas impor second masuk melalui pelabuhan tikus yang banyak tersebar di wilayah Indonesia. Berbagai upaya telah dilakukan untuk meredam hal itu, salah satunya dimana Kementerian Perdagangan akan melakukan penindakan tegas terhadap setiap pelaku usaha yang mengimpor pakaian bekas yang secara nyata telah dilarang berdasarkan Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 51/M-DAG/PER/7/2015 tentang larangan impor pakaian bekas.

Apabila pelaku usaha menjual pakaian bekas impor, maka pelaku usaha tersebut dapat diduga melanggar Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen (UUPK) dan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2014 tentang Perdagangan. Dimana pada Pasal 8 ayat (2) UUPK, pelaku usaha dilarang memperdagangkan barang yang rusak, cacat atau bekas, dan tercemar tanpa memberikan informasi secara lengkap dan benar atas barang dimaksud.

Sedangkan pada UU Perdagangan, pelaku usaha dapat dikenakan Pasal 35 ayat (1) huruf d, Pasal 36, dan Pasal 47 ayat (1), yang menyebutkan pemerintah menetapkan larangan perdagangan pakaian bekas impor untuk kepentingan nasional dengan alasan melindungi kesehatan dan keselamatan manusia, hewan, ikan, tumbuhan, dan lingkungan hidup.

Selain itu, dalam importasi barang, setiap importir wajib mengimpor barang dalam keadaan baru. Kementerian Perdagangan mengimbau masyarakat sebagai konsumen untuk teliti dan cerdas dalam mengonsumsi produk sandang, terutama terkait aspek kesehatan, keselamatan, keamanan, dan lingkungan (K3L).

Waspadai mikroorganisme pathogen yang terdapat dalam pakaian bekas, kata Veri, karena dapat menimbulkan berbagai penyakit karena pakaian langsung bersentuhan dengan tubuh dan dipakai oleh konsumen dalam rentang waktu yang cukup lama. Selain itu, pelarangan impor produk pakaian bekas impor bertujuan melindungi industri pakaian jadi dalam negeri. Veri menambahkan, pada dasarnya konsumen memiliki pilihan untuk menggunakan produk pakaian baru yang lebih bermutu dengan harga yang lebih terjangkau. (*/ade)

Bagikan