Samalona, Sejumput Surga di Tengah Laut dan Kehangatan Keluarga

Bagikan

Liburan Idulfitri 1446 H tahun ini terasa berbeda. Bukan hanya karena momen kemenangan setelah sebulan penuh berpuasa, tapi karena perjalanan kecil kami menuju sepotong surga yang tersembunyi di lepas pantai Makassar—Pulau Samalona.

Perjalanan dimulai dari Parepare menuju Makassar. Tiga jam di jalan, namun lelah langsung sirna ketika angin laut mulai menyapa wajah kami. Hari itu, Sabtu menjelang Minggu, kami—empat kepala keluarga, 18 orang dari berbagai generasi—berangkat bersama. Dari nenek hingga cicit, semua larut dalam kegembiraan yang jarang bisa disatukan dalam satu momen.

Salah satu kenalan kami yang tinggal dekat wilayah pesisir mengulurkan tangan. Dengan tulus, ia menyediakan tumpangan kapal nelayan untuk mengantar kami ke Samalona. Tak hanya itu, ia juga membawa serta hadiah dari laut—ikan-ikan segar yang luar biasa besar, hasil tangkapan penyelam yang kami saksikan sendiri beraksi di bawah permukaan laut yang sebening kaca.

Setibanya di Samalona, kami menyewa satu rumah panggung seharga satu juta rupiah untuk menginap semalam. Rumah kecil itu, berdiri di atas pasir putih, menjadi saksi kehangatan dan kebersamaan kami. Saat malam menjelang, makan malam sederhana berubah jadi perjamuan istimewa—ikan bakar segar yang dipanggang bersama menu Lebaran dari rumah, dinikmati di tengah semilir angin laut dan langit penuh bintang.

Di pulau kecil ini, keindahan tak hanya datang dari panorama alamnya. Terumbu karang yang berwarna-warni, ikan-ikan yang menari di antara bebatuan, dan air laut sejernih kristal adalah daya pikat yang tak terlupakan. Tapi lebih dari itu, momen kebersamaan—tertawa bersama, bercerita sambil duduk melingkar, dan merayakan hidup dalam kesederhanaan—itulah yang menjadikan Samalona begitu berkesan.

Samalona bukan hanya destinasi wisata, tapi ruang kecil yang memberi kami waktu. Waktu untuk kembali saling merangkul, menghargai kebersamaan, dan mensyukuri nikmat Tuhan dalam bentuk yang paling sederhana—keluarga.