Potensi Ekonomi Beras Lokal Pulu Mandoti: Kekayaan Langka dari Desa Salukanan

ENREKANG, VOICESULSEL — Pulu Mandoti, varietas beras ketan wangi khas Desa Salukanan, Kecamatan Baraka, Kabupaten Enrekang, semakin menunjukkan potensinya sebagai komoditas ekonomi unggulan. Beras ini tumbuh eksklusif di pegunungan dengan ketinggian sekitar 700 meter di atas permukaan laut, memanfaatkan tanah dengan unsur hara spesifik yang menghasilkan aroma wangi dan tekstur nasi yang pulen.

Dikenal sebagai salah satu beras lokal terbaik, Pulu Mandoti memiliki nilai ekonomi tinggi dengan harga mencapai Rp50.000 hingga Rp100.000 per liter, terutama saat permintaan melonjak pada momen tertentu seperti Ramadan. Produksi yang terbatas dan keunikan geografis menjadikannya komoditas langka yang sangat diminati di pasar domestik hingga mancanegara seperti Malaysia.

Salah seorang petani beras Mandotti, Jaya B, menyebutkan bahwa sejak tahun 2012, pemerintah bersama para penyuluh pertanian mulai memperkenalkan teknologi modern untuk meningkatkan produktivitas dan efisiensi pertanian Pulu Mandoti.

“Dulu, kami masih menggunakan cara tradisional, seperti membajak sawah dengan sapi dan memanen dengan ani-ani. Sekarang dengan traktor, waktu pengerjaan jauh lebih cepat, dari satu minggu menjadi hanya dua hingga tiga hari,” ungkap Jaya.

Namun, modernisasi ini tidak sepenuhnya menggantikan metode tradisional. Proses panen, misalnya, tetap menggunakan ani-ani untuk menjaga kualitas bulir padi.

Sistem gotong royong dalam kegiatan menanam dan panen juga masih dipertahankan, mencerminkan nilai sosial dan kekompakan masyarakat setempat.

Petani lainnya, Ahmad S, menambahkan bahwa dukungan pemerintah berupa pupuk bersubsidi dan pelatihan pertanian juga sangat membantu. “Kami berharap ada pengembangan irigasi yang lebih baik agar hasil panen bisa lebih maksimal,” ujarnya.

Strategi Pengembangan Bisnis dan Wisata
Sirajuddin, M.E., Ketua Jurusan Ekonomi Islam Universitas Islam Negeri Alauddin Makassar, melihat potensi besar Pulu Mandoti di pasar global.

“Pulu Mandoti ini sangat spesial karena hanya tumbuh di Desa Salukanan. Tidak adanya kompetitor memberikan peluang besar untuk menguasai pasar dunia, terutama jika dikembangkan menjadi berbagai produk olahan seperti kerupuk, tepung bayi, atau kuliner khas,” ujarnya.

Ia juga menekankan pentingnya sertifikasi halal untuk meningkatkan kepercayaan konsumen dan mendukung strategi pemasaran berbasis digital. Selain itu, potensi wisata di Desa Salukanan dapat dikombinasikan dengan promosi Pulu Mandoti, mengingat lokasinya yang strategis di jalur pendakian Gunung Latimojong.

“Dukungan pemerintah berupa infrastruktur jalan sangat diperlukan agar wisatawan dapat dengan mudah mengakses desa ini.

Selain itu, pembangunan destinasi wisata kuliner berbasis Pulu Mandoti melalui Badan Usaha Milik Desa (BUMDes) dapat menjadi daya tarik tambahan,” tambahnya.

Pemberdayaan Komunitas Lokal
Pemberdayaan masyarakat menjadi kunci sukses pengembangan bisnis Pulu Mandoti. Kelompok Wanita Tani (KWT) dan komunitas peduli lingkungan diharapkan berkolaborasi untuk menciptakan ekosistem ekonomi yang berkelanjutan. Dengan melibatkan masyarakat lokal, peluang ekonomi di Desa Salukanan akan tumbuh, mengurangi urbanisasi, dan menarik kembali perhatian warga kota ke pedesaan.

Dengan potensi alam, keunikan produk, dan dukungan strategis, Pulu Mandoti siap menjadi ikon lokal yang mengglobal, menciptakan dampak positif bagi ekonomi dan budaya masyarakat Enrekang.
Haji Sumang, seorang petani senior yang telah mengelola sawah Pulu Mandoti selama lebih dari tiga dekade, berbagi pandangannya tentang pentingnya menjaga tradisi di tengah perkembangan teknologi. Menurutnya, Pulu Mandoti bukan sekadar hasil bumi, melainkan juga identitas masyarakat Desa Salukanan. “Kami selalu menjaga proses panen agar dilakukan dengan cermat. Bulir padi dipilih yang benar-benar matang untuk memastikan kualitas tetap terjaga,” katanya.

Haji Sumang juga menyoroti tantangan yang dihadapi petani dalam menarik generasi muda untuk melanjutkan tradisi bertani. “Banyak anak muda yang memilih meninggalkan desa untuk mencari pekerjaan di kota. Padahal, bertani Pulu Mandoti punya potensi besar jika dikelola dengan baik. Saya senang pemerintah sudah mulai melibatkan pemuda melalui program pelatihan pertanian,” jelasnya.

Ia berharap pemerintah memberikan perhatian lebih, terutama dalam mendukung pemasaran hasil panen. “Kami butuh akses ke pasar yang lebih luas. Beras Pulu Mandoti ini diminati, tapi tanpa dukungan pemasaran, sulit untuk berkembang lebih jauh,” tambahnya.

Dengan dukungan teknologi, pemasaran yang terintegrasi, dan pelibatan generasi muda, beras Pulu Mandoti memiliki peluang besar untuk menjadi ikon lokal yang mampu bersaing di pasar global. Potensi ini tidak hanya meningkatkan kesejahteraan petani, tetapi juga melestarikan tradisi dan budaya yang menjadi warisan masyarakat Desa Salukanan.

Penulis : Siti Zasqiya Awlia
Editor: Awaluddin Qadir

Bagikan