PAREPARE, VOICESULSEL — Kapolres Parepare AKBP Arman Muis turut menanggapi dugaan money politik yang terjadi di Kecamatan Bacukiki Barat, Senin 11 November 2024.
Dalam keterangan yang disampaikan didepan awak media, AKBP Arman Muis mengaku kasus tersebut sementara berproses oleh tim di Gakkumdu.
“Ini masih berproses di Gakkumdu (Bawaslu, Kejaksaan dan Kepolisian),” kata Kapolres membenarkan.
Ia meminta masyarakat untuk bersabar menunggu hasil dari kasus tersebut. Sebab kasus dugaan money politik tersebut sementara diperiksa.
“Nanti kita lihat dari hasil pemeriksaan, sebab ini tidak bisa dikira-kira, nanti dibilang iya, ternyata tidak,” beber Kapolres.
Sehari sebelumnya diberitakan, Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Kota Parepare bersama dengan Gakkumdu berhasil menangkap 3 yang diduga melakukan praktek politik uang untuk memenangkan salah satu kandidat paslon Walikota dan Wakil Walikota Parepare dalam Pilkada serentak 2024.
Tiga orang yang diduga tersangka diamankan ke Kantor Bawaslu Parepare, terdiri dari dua orang pemberi dan satu penerima, Senin kemarin 11 November 2024.
Dua orang pelaku politik uang itu diketahui berinisial BA sebagai pembagi uang dan AI bertindak sebagai mencatat. Sedangkan satu orang penerima berinisial HN.
Ketua Bawaslu Kota Parepare, Muh Zainal Asnun, membenarkan pengungkapan atas dugaan praktik politik uang yang terjadi di Pilkada Parepare.
“Ini masih dugaan dan masih dilakukan pengembangan,” jelasnya.
Pada penangkapan tersebut, pihak Gakkumdu juga berhasil menyita uang ratusan ribu rupiah beserta data nama-nama penerima. Uang dengan jumlah ratusan ribu itu disebut telah disalurkan di Kecamatan Bacukiki Barat.
Muh Zainal Asnun menambahkan, jika terbukti ancaman sanksi pidana politik uang tidak hanya ditujukan kepada pemberi tetapi juga kepada penerima karena terlibat dalam aksi pidana politik uang.
Dalam Undang-Undang Nomor 10 tahun 2016 tentang Pilkada, pasal 187A ayat 1 dan 2 mengatur tentang politik uang. Dalam aturan tersebut disebutkan bahwa setiap orang yang dengan sengaja melakukan perbuatan melawan hukum dengan menjanjikan atau memberikan uang atau materi lainnya sebagai imbalan kepada warga negara Indonesia baik secara langsung maupun tidak langsung untuk mempengaruhi pemilih agar tidak menggunakan hak pilih atau menggunakan hak pilih dengan cara tertentu sehingga suara menjadi tidak sah, memilih calon tertentu, atau tidak memilih calon tertentu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 73 ayat (4) dipidana dengan pidana penjara paling singkat 36 bulan dan paling lama 72 bulan dan denda paling sedikit Rp200 juta dan paling banyak Rp1.000.000.000,00.
Pasal dua mengatur bahwa tindak pidana yang sama diterapkan kepada pemilih yang dengan sengaja melakukan perbuatan melawan hukum menerima pemberian atau janji sebagaimana dimaksud pada ayat satu.(Aw)