PAREPARE, voicesulsel.com — DPRD Kota Parepare tegas menolak rencana pembangunan Sekolah Kristen Gamaliel di wilayah Jalan HM Arsyad, Kelurahan Watang Soreang, Kecamatan Soreang, Parepare.
Penolakan itu berdasarkan hasil rapat dengar pendapat (RDP) dengan beberapa elemen masyarakat di antaranya Forum Masyarakat Muslim Parepare di Gedung DPRD Parepare, Jumat (20/9/2024).
RDP yang dipimpin oleh Ketua Pokja III DPRD Parepare, Ibrahim Suanda sepakat memutuskan menolak pendirian Sekolah Kristen Gamaliel.
“Keputusan kedua, memerintahkan kepada Satpol PP selaku penegak Peraturan Daerah untuk mengawal lokasi tersebut, jangan sekali-kali ada kegiatan di dalamnya, dan melakukan pemasangan police line (garis polisi),” tegas Ibrahim Suanda sambil mengetok palu sidang.
Usai RDP, Ibrahim Suanda bersama Wakil Ketua Pokja III Jusvari Genda dan Anggota Pokja II Sappe langsung mengunjungi lokasi pembangunan sekolah dimaksud.
Di lokasi, tepatnya di pintu gerbang ditemukan bentangan spanduk bertuliskan peringatan Pasal 167 Ayat (1) KUHP, dan Pasal 406 Ayat (1) KUHP, tertanda Kuasa Hukum Arni Yonathan SH.
Di lokasi, Ibrahim Suanda kembali menegaskan pembangunan sekolah ini cacat prosedural karena belum memiliki izin operasional dan beberapa dokumen yang dipersyaratkan sesuai ketentuan. Karena itu, dia meminta Satpol PP untuk menutup lokasi tersebut.
“Jadi kami bersepakat karena ada cacat prosedural di dalam prosesnya, maka kami memerintahkan kepada Satpol PP selaku penegak Perda untuk menutup lokasi dengan memasangkan police line,” ungkap legislator Partai Amanat Nasional (PAN) ini.
Ibrahim mengungkapkan, persoalan pembangunan sekolah ini sudah berlangsung sejak DPRD periode sebelumnya. Saat itu pihak yayasan diminta untuk melengkapi izin operasional dan semua dokumen yang dipersyaratkan sebelum melakukan pembangunan. Namun hingga periode anggota DPRD berakhir, yayasan terkait tidak menunjukkan dokumen-dokumen yang diminta. Sehingga disimpulkan cacat prosedural, tidak boleh melanjutkan pembangunan.
Tokoh pendidikan yang merupakan mantan Ketua Dewan Pendidikan Kota (DPK) Parepare, Dr Muh Nashir juga bersuara keras agar pendirian sekolah tersebut dikaji mendalam.
Karena jika dipaksakan untuk dibangun akan memberikan dampak resistensi yang sangat keras dari segenap lapisan masyarakat Watang Soreang, dan akan berpotensi terjadi konflik horizontal di masyarakat. Itu karena pembangunan sekolah tersebut tidak sesuai dengan peraturan yang berlaku dan mengabaikan hak masyarakat untuk hidup tentram dan damai.
Nashir mengulas bahwa, terjadinya penolakan terhadap pembangunan sekolah dimaksud karena beberapa pertimbangan. Di antaranya karena tidak sesuai dengan peraturan dan ketentuan yang berlaku sebagaimana tertuang dalam Surat Edaran Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, Riset dan Teknologi Nomor 26 Tahun 2021 yang menyatakan bahwa pemberian layanan perizinan oleh pemerintah dilaksanakan berpedoman pada Permendikbud Nomor 81 Tahun 2013, Permendikbud Nomor 36 Tahun 2014 tentang Pedoman Pendirian Satuan Pendidikan, dan Permendikbud Nomor 84 Tahun 2014.
Nashir menekankan, karena pemberian izin sesuai kewenangan Pemerintah Daerah belum ada diterbitkan, sehingga pendirian sekolah itu harus tetap mengacu pada surat edaran Mendagri tersebut.
Pertimbangan lain, pendirian Satuan Pendidikan Sekolah Kristen Gamaliel ini bertentangan dengan Surat Keputusan Dirjen Bimbingan Masyarakat Kristen Kemenag RI Nomor 292 Tahun 2022 tentang Petunjuk Teknis Pendirian dan Penyelenggaraan Pendidikan Keagamaan Kristen Tingkat Dasar dan Menengah khususnya pada persyaratan kelayakan, di mana pada huruf E dinyatakan bahwa dari aspek sosial dan budaya, keberadaan penyelenggaraan pendidikan keagamaan Kristen tingkat dasar dan menengah yang akan didirikan tidak mendapat resistensi dari masyarakat.
“Nah masyarakat Watang Soreang sangat menolak rencana keberadaan Sekolah Kristen Gamaliel karena tidak dibutuhkan oleh masyarakat, dan cenderung hanya menjadi program misionaris gereja. Penolakan tidak hanya saat ini, tapi sudah berlangsung bertahun-tahun,” beber Nashir.
Kemudian terkait dokumen UKL UPL pembangunan sekolah tersebut, menurut Nashir, tidak sesuai dengan fakta di lapangan. Karena kajian dampak sosial dan budaya tidak komprehensif, dan cenderung mengabaikan serta memanipulasi pendapat masyarakat. Bahkan tidak ada hasil survei terkait kerawanan sosial masyarakat. Sehingga dokumen UKL UPL yang ada, dinilai bertentangan dengan peraturan terkait lingkungan hidup.
“Kemudian dokumen Andalalin yang ada tidak sesuai dengan fakta desain gambar teknis yang ada, karena akses keluar masuk bangunan tersebut tidak memenuhi standar. Hanya satu akses masuk dan keluar yang cukup sempit dan berada tepat di belokan jalan yang akan menimbulkan kemacetan lalu lintas di wilayah tersebut,” kata Nashir.
Nashir meminta agar kajian Andalalin tersebut perlu dibuka dan dibicarakan di Forum Lalu Lintas, apakah sudah sesuai fakta di lapangan. Dan rekomendasi perlu dicabut kalau tidak sesuai kondisi di lapangan.
Karena itu, Nashir menekankan, agar rencana pembangunan sekolah itu dikaji mendalam oleh semua pihak. Harus mengikuti sesuai ketentuan peraturan Permendikbud dan Kemenag RI, dan harus dikaji oleh Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Parepare, serta Kemenag Parepare.
“Karena kalau terus dilanjutkan, penolakan akan semakin menjadi-jadi. Jadi saya imbau kepada Pemda, Kemenag, Dewan Pendidikan untuk dikaji mendalam. Kalau isunya mengatakan umat Islam tidak toleransi, justru ini sudah intoleransi karena pihak yayasan sekolah tersebut terkesan memaksakan kehendak untuk membangun, padahal terjadi resistensi dari masyarakat. Dan Dirjen Binmas Kristen Kemenag sudah memberikan rambu rambu satuan pendidikan boleh dibangun kalau tidak terjadi penolakan, nah ini penolakan terjadi sudah beberapa tahun, dan akan semakin membesar yang rawan menimbulkan konflik,” tandas Nashir.