Data statisik menunjukkan angka pernikahan di Indonesia menurun. Sebaliknya, perceraian dan perzinahan meningkat
JAKARTA, VOICESULSEL — Badan Pusat Statistik (BPS) 2024 mencatat angka pernikahan di Indonesia terus mengalami penurunan. Berdasar laporannya, penurunan paling drastis terjadi selama tiga tahun terakhir, yakni tahun 2021 hingga 2023 atau menyusut mencapai angka 2 juta.
Dilansir dari berbagai sumber berita, Penurunan angka pernikahan itu terjadi hampir di semua daerah. Namun, beberapa daerah seperti Bali, justru mengalami peningkatan.
Kepala Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) dr Hasto Wardoyo menjelaskan berdasarkan data Sistem Informasi Manajemen Nikah (Simkah) dari Kementerian Agama (Kemenag), tercatat 1.544.571 pasangan Muslim menikah pada 2023.
Angka ini menurun jika dibandingkan dengan pada 2022 yang mencapai 1,71 juta pasangan.
“Yang menikah 1,5 juta, tetapi bisa jadi 1,7 juta kalau dihitung dengan yang non-Muslim, jadi kalau diperkirakan, sejak tahun 2020 angka pernikahan itu sekitar 1,7 juta sekian, baik Muslim dan non-Muslim, tetapi di tahun 2023 ini memang turun,” katanya.
Ia juga mengamati angka pernikahan tersebut menurun khususnya di kelompok usia subur. Menurut data yang ia miliki, dari kelompok usia 20 tahun sampai dengan 39 tahun mengalami penurunan angka. Dia pun menyatakan bahwa dirinya melihat adanya hubungan antara penurunan angka pernikahan dengan banyaknya perceraian yang terjadi di Indonesia.
“Iya (karena banyaknya perceraian), saya menghubungkan beberapa data itu nyambung. Jadi kemungkinan, sebab ini memiliki korelasi-korelasi yang menarik,” ujar dr. Hasto.
Banyaknya perceraian yang terjadi menjadi salah satu ketakutan atau pun benteng yang melindungi diri untuk tidak melangsungkan pernikahan.
Sebab, mereka yang tidak ingin menikah takut mengalami trauma ataupun kekecewaan akibat gagal membina rumah tangga.
Bukan cuma itu, menurut dr. Hasto, penyebab lain angka pernikahan di Indonesia menurun lantaran jumlah orang yang toxic terus bertambah dari waktu ke waktu. Data dari Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS) menunjukkan di 2013, remaja-remaja yang toxic itu enam persen tapi tahun 2018 terus meningkat menjadi 9,8 persen.
Hasto juga menyoroti rata-rata umur melakukan hubungan seks pertama kali pada remaja di usia 15-19 tahun yang semakin meningkat. Persentase perempuan berusia 15-19 tahun yang telah melakukan hubungan seksual tercatat 59 persen, sedangkan laki-laki 74 persen.
“Jadi bisa kita lihat, menikahnya rata-rata 22 tahun, tetapi hubungan seksnya 15-19 tahun, jadi perzinaan kita meningkat, ini pekerjaan rumah untuk kita semua, karena kalau pengetahuannya belum banyak bisa bahaya, kalau kawin terlalu muda, kanker mulut rahimnya berisiko tinggi,” demikian dr Hasto Wardoyo.