JAKARTA — Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI) mendukung adanya wacana hukuman mati terhadap koruptor yang diungkapkan Jaksa Agung ST Burhanuddin.
Wacana ini dinilai efektif memberikan efek jera kepada para koruptor. MAKI meminta penerapan itu dilakukan pada kasus Asabri yang menimbulkan kerugian besar pada masyarakat.
“Jangan hanya lips service. Harus segera terapkan pada proses tuntutan berikutnya. Paling dekat kasus Asabri yang saat ini sedang sidang dan sebentar lagi akan agenda tuntutan,” kata Koordinator MAKI Boyamin Saiman di Jakarta, Senin (1/11).
Menurutnya, ada dua pihak yang bisa dijerat dengan hukuman mati dalam perkara korupsi Asabri.
”Setidaknya ada dua orang yang memenuhi syarat untuk dituntut hukuman mati karena ada pemberatan Pasal 2 ayat 2 UU Pemberantasan korupsi, yaitu adanya pengulangan, karena sebelumnya pernah melakukan korupsi di Jiwasraya dan kemudian terlibat di Asabri,” jelasnya.
Hukuman mati bisa dikenakan kepada mereka yang telah berulang kali terlibat kasus korupsi. Hukuman mati juga bisa dikenakan kepada mereka yang korupsi dalam keadaan bencana.
“Soal nanti hakim mengabulkan atau tidak, itu soal lain. Setidaknya upaya JPU menuntut hukuman berat kepada koruptor sudah dilakukan,” tegasnya.
Dalam perkara Jiwasraya, baik Heru dan Bentjok sama-sama dijatuhi hukuman penjara seumur hidup. Akibat perbuatannya telah merugikan keuangan negara sebesar Rp 16,807 triliun.
Atas perbuatannya Heru diwajibkan membayar uang pengganti sebesar Rp 10.728.783.375.000. Sementara Bentjok sebesar Rp 6.078.500.000.000.
Sama halnya dalam perkara korupsi di Asabri. Keduanya juga diduga pihak yang paling berperan dalam penyelewengan dana pensiun milik tentara itu. Taksiran kerugian negaranya mencapai Rp22 triliun lebih.(Fin)