JAKARTA — Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat tingkat daya beli buruh tani dan bangunan melemah pada Oktober 2020. Hal ini terpengaruh kenaikan harga kebutuhan sehari-hari alias inflasi.
Deputi Bidang Statistik Distribusi dan Jasa BPS Setianto mengungkapkan upah nominal yang menunjukkan penghasilan buruh tani sebenarnya meningkat sekitar 0,09 persen dari Rp56.719 menjadi Rp55.766 per hari.
Namun, inflasi pedesaan sekitar 0,24 persen, sehingga upah riil yang menggambarkan tingkat daya beli buruh tani menurun. “Upah riil turun 0,15 persen,” ucap Setianto saat rilis data neraca perdagangan periode Oktober 2020, Senin (16/11).
Tercatat, upah riil buruh tani turun dari Rp52,837 menjadi Rp52.755 per hari. Begitu juga dengan tingkat daya beli buruh bangunan yang minus 0,05 persen dari Rp86.555 menjadi Rp86.514 per hari.
Daya beli buruh bangunan turun karena inflasi perkotaan mencapai 0,07 persen pada bulan lalu. Padahal, upah nominal yang menggambarkan penghasilan naik 0,02 persen dari Rp90.753 menjadi Rp90.771 per hari.
“Secara riil juga turun seperti upah buruh tani,” ungkapnya.
Tak hanya buruh tani dan bangunan, daya beli buruh potong rambut wanita dan asisten rumah tangga juga turun 0,07 persen. Hal ini terjadi karena tidak ada kenaikan upah nominal dari dua kalangan pekerja ini.
Upah nominal buruh potong rambut wanita teap di Rp27.312 per kepala. Sementara upah asisten rumah tangga stagnan di Rp419.906 per bulan.(*)