Kasus Hacker, Polisi Bantah Penyitaan tak Sesuai Prosedur

PAREPOS.CO.ID, SOPPENG – Kasus hacker atau ilegal Access Credit Card yang ditangani oleh Polres Soppeng terus berproses. Kasat Reskrim Polres Soppeng, AKP Amri kepada Parepos Online, Sabtu 17 Oktober malam ini mengatakan, sebagian besar kasus ilegal access ini sudah masuk dalam tahap satu. “Sebagian besar sudah tahap satu, yaitu ada 19. Senin nanti cukup 20 berkas kita serahkan,” kata Kasat Reskrim.

Selain kasus tersangka yang diamankan bergulir, pihaknya juga masih tengah melakukan pengejaran kepada dua orang yang ditetapkan dalam Daftar Pencarian Orang (DPO). “Untuk dua orang DPO ini kami terus melakukan pengejaran,” tambahnya.

Menanggapi terkait pemberitaan dimana kasus tersebut banyak keganjalan, seperti penahanan tersangka beserta penyitaan barang bukti dengan tidak mematuhi prosedur hukum karena tanpa melalui surat izin penyitaan oleh Pengadilan Negeri Kabupaten Soppeng.

Kasat Reskrim membantah hal itu. “Apa yang kita lakukan sudah sesuai dengan prosedur, penyitaan barang bukti juga melalui Izin penyitaan dari Pengadilan Negeri,” tambahnya. Dia menjelaskan, barang yang diamankan oleh pihak Kepolisan diserahkan oleh pelaku sebagai barang hasil kejahatan. “Namanya diserahkan, tentu kami terima. Kita berikan tanda terima, kemudian dikeluarkan oleh Pengadilan sebagai tanda persetujuannya penyitaannya. Jadi tidak benar bahwa tidak ada izin penyitaannya,” terang Kasat Amri.

“Jadi semua sesuai dengan prosedur, penyitaan sudah ada dari pengadilan. Termasuk dengan penyitaan saat diawal pengungkapan kasus, begitu juga penyitaan email yang merupakan perluasan dari UUD ITE,” sambungnya.

Dalam pemberitaan itu juga, Kasat Reskrim menanyakan intimidasinya seperti apa. “Coba diperjelas intimidasinya seperti apa,” singkatnya. Lebih jauh, Kasat Reskrim menjelaskan, pengungkapan kasus ini, sangat diapresiasi seluruh masyarakat Soppeng. Mulai dari Bupati saat itu hingga masyarakat tingkat bawah.

Dimana, kata dia, pengungkapan kasus ini, lebih kepada menyelamatkan generasi muda yang terlena mengambil yang bukan haknya. Sebelumnya, dalam pemberitaan salah satu Kuasa Hukum tersangka, Sufyan Lahabi meminta agar kasus ini terlebih dahulu dibuktikan oleh penyidik. “Siapa kartu kredit yang dibobol oleh klien kami, siapa korbannya dan kapan kejadian serta berapa besaran nominalnya. Kejanggalannya lagi, ialah penyitaan barang yang dilakukan oleh penyidik Polres Soppeng,” tegasnya, Jumat 16 Oktober, sore kemarin.

Penyitaan yang dilakukan oleh penyidik, kata Sufyan, tidak mematuhi prosedur hukum karena tanpa melalui surat izin penyitaan oleh Pengadilan Negeri Kabupaten Soppeng. “Kami sangat keberatan apabila penyidik mengambil barang bukti dari klien kami, karena hal tersebut melanggar prosedur dan dilakukan dengan intimidasi,” ungkapnya.

Sufyan Lahabi menambahkan, sebagai kuasa hukum akan minta gelar perkara dilaksanakan di Polda Sulsel. Dan akan mengupayakan langkah hukum demi mencari kepastian tentang kasus ini, dan jika perlu kami kuasa hukum akan melakukan praperadilan.

Senada diungkapkan, kerabat DR yang juga merupakan kuasa hukum tersangka, As Oedin yang mengaku kesal atas apa yang dilakukan penyidik Polres Soppeng. Masalah penyitaan ini tidak dibenarkan oleh KUHAP, karena penyitaan harus dilakukan dan meminta izin kepada pengadilan negeri. “Jadi barang yang disita itu berupa akta jual beli tanah dan sebuah mobil mewah. Barang tersebut, harus dikembalikan, karena ada kejanggalan dalam penyitaan barang tersebut,” tegasnya.

As Oedin menambahkan, apabila penyidik menyatakan kliennya yang menyerahkan mobil dan ajb tanah tidak benar, karena penyidik mengancam dan mengintimidasi DR serta keluarganya. Hal tersebut membuat DR syok dan trauma apalagi pemeriksaan sampai jam 3 dini hari. Hingga berita ini diturunkan pihak kepolisian belum satupun yang mau memberikan penjelasan akan hal itu. (ima/B)

Bagikan