Omnibus Law, Penolakan Hingga ke Daerah

PAREPOS.CO.ID,PAREPARE– Disahkannnya Undang-undang Cipta Kerja (Omnibus Law) dinilai merugikan rakyat, khususnya para tenaga kerja. Makanya diprotes. Ditolak. Bukan saja di ibu kota dan kota besar lainnya di Indonesia. Penolakan meluas hingga ke daerah.

Kota Parepare

Di Parepare demonstrasi dilakukan di Gedung DPRD. UU Cipta Kerja disebut hanya mementingkan korporasi atau perusahaan yang berinvestasi di Indonesia. Dianggap merugikan rakyat secara umum karena membatasi ruang kerja bagi pencari kerja. “Salah satu pasal di dalam UU tersebut, yaitu hak upah cuti yang hilang bagi ibu hamil, ketika mereka mengambil cuti, maka upah mereka tidak dapatkan. Sementara dalam UU sebelumnya itu tetap mendapat upah selama cuti,”sebut pendemo.

“Dalam UU Cipta Kerja ini banyak pasal yang tidak sesuai dengan kepentingan rakyat, termasuk dihilangkannya pesangon bagi para pekerja. Hal tersebut semestinya tetap diadakan bagi para tenaga kerja karena dianggap bahwa peluang kerja yang terbatas disediakan oleh pemerintah, maka akan mempersulit untuk membutuhkan pekerjaan,” terangnya. Makanya, pendemo mendesak pemerintah atau Presiden segera mengeluarkan Perppu karena UU Cipta Kerja tidak pro rakyat.

Kabupaten Pangkep

Di Pangkep massa yang tergabung dalam Pergerakan Mahasiswa Islam Indonsia (PMII) Pangkep juga melakukan aksi demo di perempatan Taman Musafir, Jalan Poros Trans Sulawesi, Kelurahan Padoang-Doangang, Kecamatan Pangkajene, Rabu, 7 Oktober.

Dalam orasinya, Kordinator Lapangan (Korlap) Aksi, Dandi Aditya menegaskan, aksi ini dilakukan sebagai bentuk protes terhadap pengesahan Undang-undang (UU) Cipta Kerja.
Menurutnya UU Cipta Kerja tidak pro terhadap buruh dan rakyat kecil. Sehingga mereka mendesak agar presiden tidak menandatangani RUU Cipta Kerja, dan mengeluarkan Perppu Pembatalan Omnibus Law.

“Kami juga mendesak agar DPRD Kabupaten Pangkep menolak OmnibusLaw sebagai bentuk keberpihakan terhadap rakyat. Pemerintah harus membuka ruang partisipasi untuk masyarakat dalam setiap penyusunan dan perubahan kebijakan,” ujar Dandi.

Aksi demo dikawal personel kepolisian. “Kurang lebih kami menurunkan sebanyak 90 personel untuk melakukan pengamanan,” kata Kabag Ops Polres Pangkep, Kompol M Zakir.

Kabupaten Polman

Di Polman aliansi mahasiswa melawan menggelar aksi bakar lilin, Selasa malam 6 Oktober di depan Kantor Bupati Polman. Bakan lilin sebagai simbol duka atas ketidakpercayaan terhadap para wakil rakyat di Senayan.
“Kami kecewa pengesahan Undang-undang Omnibuslaw tanpa mempertimbangkan aspek yang akan terjadi. Pada masa pandemi ini, pemerintah fokus mengatasi Covid-19, justru wakil rakyat malah mensahkan UU Omnibuslaw. Ini memicu aksi penolakan di mana-mana,” katanya.

Kabupaten Majene

Sementara di Majene solidaritas perjuangan rakyat Majene menggelar aksi unjuk rasa di dua titik di Majene, Rabu 7 Oktober. Aksi dilakukan di Tugu Perjuangan Kemerdekaan, Pusat Pertokoan Majene, dan depan Rektorat Universitas Sulawesi Barat (Unsulbar). Mereka menyatakan sikap penolakan terhadap pengesahan Undang-undang Omnibus Law.

Alparhat Pratama dari Solidariras Perjuangan Rakyat Majene mengatakan, terdapat beberapa tuntuntan yang disampaikan dalam unjuk rasa. “Isu sentral kita hari ini adalah bagaimana agar undang – undang omnibus law cipta kerja dicabut karena sama sekali tidak bertujuan mengsejahterakan rakyat Indonesia,” paparnya.

Dalam aksi unjuk rasa beberapa orator juga menyampaikan, Undang-Undang Omnibus Law sama sekali tidak berpihak terhadap kepentingan rakyat Republik Indonesia. “Percuma kami belajar PKN (Pendidikan Kewarganegaraan) untuk mengetahui fungsi-fungsi DPR, tapi fungsi DPR ternyata hanya bisa menyusahkan rakyat,” ucapnya.

Ia menegaskan, DPR seharusnya mewakili suara rakyat, namun sama sekali tidak mencerminkan perwakilan rakyat.”Yang jelasnya, kami meminta agar pengesahan Undang-undang omnibus law segera dicabut,” tandasnya. (*/tim)

Bagikan